Sebuah puisi keroyokan oleh:
Supryadi Siregar Iswandi Bin Syamsudi Hadi Branom Thazir AL-farizhi • Yuniar Djafar Jelang Kemarau Iin Sulistia Taman Irfani Kaltim Hadijah Rachman Basis Bahtiar Hadijah Rachman Jannete Veronika Profit Sa'diyah Yulianto Utomo Edy Jo Budiman Devi Fitrah HOlidi Eko Wardhana Arifin Ipin • Nanda Rofiq
Kancil dibunuh!
Maka berita itu pun menggaung mengguncang media.
Iblis dan setan mana yang membuat hati membatu beku dan berdebu. Membuat nyawa tak lebih mahal dari segenggam pasir
Setelah 70 tahun merdeka dengan tumpahan darah
Layakkah nyawa ditukar pasir?
Tangan siapa berlumur darah, tanpa merasa salah
Siapa yang berpihak kepada yang kaya, tapi aniaya kepada yang papa
Nurani tergadaikan tersumbat keangkuhan
Yang seharusnya mengayomi membiarkan pembantaian
Dan kebenaran mulai diragukan
Saat kebenaran malu menampakkan diri dan uang berkuasa,
Keadilan menjadi buta dan nyawa pun tak ada artinya.
Segunung pasir itu kini memagar segunduk tanah mengubur debu
Maka berita itu pun menggaung mengguncang media.
Iblis dan setan mana yang membuat hati membatu beku dan berdebu. Membuat nyawa tak lebih mahal dari segenggam pasir
Setelah 70 tahun merdeka dengan tumpahan darah
Layakkah nyawa ditukar pasir?
Tangan siapa berlumur darah, tanpa merasa salah
Siapa yang berpihak kepada yang kaya, tapi aniaya kepada yang papa
Nurani tergadaikan tersumbat keangkuhan
Yang seharusnya mengayomi membiarkan pembantaian
Dan kebenaran mulai diragukan
Saat kebenaran malu menampakkan diri dan uang berkuasa,
Keadilan menjadi buta dan nyawa pun tak ada artinya.
Segunung pasir itu kini memagar segunduk tanah mengubur debu
Kancil dibunuh!
Ini bukan cerita fabel
Bukan pula sebuah insiden rebel
Perih tercabik dalam tanya, siapa yang harus kami percaya?
Menuhankan materi membantai nurani
Dan kebencian yang merasuk hati anak negeri
Pertiwi berduka, kami berduka
Anak-anak dan isteri kehabisan air mata.
Nurani yang mati tak terkafani
Tak pernah bisa kita mengerti,
Di negeri mana aku berdiri!
Ini bukan cerita fabel
Bukan pula sebuah insiden rebel
Perih tercabik dalam tanya, siapa yang harus kami percaya?
Menuhankan materi membantai nurani
Dan kebencian yang merasuk hati anak negeri
Pertiwi berduka, kami berduka
Anak-anak dan isteri kehabisan air mata.
Nurani yang mati tak terkafani
Tak pernah bisa kita mengerti,
Di negeri mana aku berdiri!
Kancil dibunuh!
Keadilan tak boleh runtuh!
Keadilan tak boleh runtuh!